Kamis, 05 Desember 2013



Reog Ponorogo pakai ilmu kebal ?
Sebuah pertanyaan yang terlintas dipikiranku, mungkin juga Anda para pembaca. Apakah cerita sebenarnya begitu? atau itu hanya milik sebagian orang saja? secara  pribadi aku belum tahu pasti. Namun, saya akan sedikit memberi gambaran tentang group reog yang pernah saya ikuti.
Sebelumnya saya belum terlalu suka dengan reog Ponorogo. ”aku kie wong Ponorogo lho, kok ora treno karo budayane dewe sing kumandang marang nusantara(saya ini orang Ponorogo kok tidak cinta sama kebudayaan sendiri yang telah dikenal luas negeri ini)”. itu merupakan salah satu pertanyaan di masa lalu dan di masa sekarang. Saya mulai mendalami ilmu tentang reog Ponorogo saat awal-awal masa kuliah di semester satu. Sekarang saya sedang berada di semester tiga di salah satu perguruan tinggi swasta di Yogyakarta. Awal cerita, saya tidak langsung suka begitu saja pada reog. Pada waktu itu saya diajak teman dari Ponorogo juga yang kuliah di Yogyakarta untuk berlatih menari. Akhirnya saya ikut, coba mengatur waktu dengan kuliah juga. Tidak hanya itu, aku harus berbagi waktu dengan organisasi jurnalistik di kampusku. Beberapa kali latihan secara disiplin membuat saya dan teman-teman lainnya di group manggolo mudho pentas dalam beberapa event. Manggolo mudho merupakan group reog yang didirikan oleh orang-orang Ponorogo yang tinggal di Yogyakarta. Awalnya, group reog ini sempat vakum untuk beberapa tahun. Namun akhirnya mulai memasuki di penghujung akhir tahun 2012 – menjelang akhir tahun 2013 manggolo mudha beberapa kali pentas dibeberapa event berbeda. Dan yang tak kalah kerennya, saya dan teman-teman manggolo mudho pentas di sebuah event nasional, yaitu Festival Reog Nasional(FRN) 2013. Sebuah cerita yang akan terus menjadi kenangan. Eh… kembali ke judul lagi ya, karena pembahasan sudah melenceng cukup jauh nih.

Selama aku pentas dengan teman-teman manggolo mudha, tidak ada salah satu dari mereka termasuk saya yang melatih ajian khusus. Kami murni latihan semua, sehingga teman-teman yang hendak mengikuti kegiatan ini tidak perlu takut untuk menyaksikan atau ikut mendalami ilmu tentang kebudayaan reog, termasuk menari dan lain sebagainya. Kadang-kadang saya agak kecewa juga dengan beberapa komentar teman kampus saya yang mengatakan kalau kesenian reog itu makan beling ya ? atau bahkan ada yang percaya kalau orang yang mengangkat reog itu memakai susuk dan lain sebagainya. Mendengar hal itu, saya mencoba meluruskan beberapa hal. Di antaranya, kalau orang yang mengangkat reog digroup reog yang saya ikuti murni latihan. Lalu untuk acara makan beling ataupun makan ular, itu bukan kebudayan reog Ponorogo. Sebagian besar dari mereka mengganggap hal itu terjadi pada kesenian reog Ponorogo. Tidak sedikit orang-orang Ponorogo yang mengetahui hal ini, sehingga membuat mereka agak kecewa. Teman-teman pembaca sudah tentu bisa menyimpulkan jawaban dari pertanyaan yang tertera pada judul . 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar