Reog
Ponorogo pakai ilmu kebal ?
Sebuah pertanyaan yang
terlintas dipikiranku, mungkin juga Anda para pembaca. Apakah cerita sebenarnya
begitu? atau itu hanya milik sebagian orang saja? secara pribadi aku belum tahu pasti. Namun, saya
akan sedikit memberi gambaran tentang group reog yang pernah saya ikuti.
Sebelumnya saya belum
terlalu suka dengan reog Ponorogo. ”aku
kie wong Ponorogo lho, kok ora treno karo budayane dewe sing kumandang marang
nusantara(saya ini orang Ponorogo kok tidak cinta sama kebudayaan sendiri yang
telah dikenal luas negeri ini)”. itu merupakan salah satu pertanyaan di
masa lalu dan di masa sekarang. Saya mulai mendalami ilmu tentang reog Ponorogo
saat awal-awal masa kuliah di semester satu. Sekarang saya sedang berada di
semester tiga di salah satu perguruan tinggi swasta di Yogyakarta. Awal cerita,
saya tidak langsung suka begitu saja pada reog. Pada waktu itu saya diajak
teman dari Ponorogo juga yang kuliah di Yogyakarta untuk berlatih menari.
Akhirnya saya ikut, coba mengatur waktu dengan kuliah juga. Tidak hanya itu,
aku harus berbagi waktu dengan organisasi jurnalistik di kampusku. Beberapa
kali latihan secara disiplin membuat saya dan teman-teman lainnya di group
manggolo mudho pentas dalam beberapa event. Manggolo mudho merupakan group reog
yang didirikan oleh orang-orang Ponorogo yang tinggal di Yogyakarta. Awalnya,
group reog ini sempat vakum untuk beberapa tahun. Namun akhirnya mulai memasuki
di penghujung akhir tahun 2012 – menjelang akhir tahun 2013 manggolo mudha
beberapa kali pentas dibeberapa event berbeda. Dan yang tak kalah kerennya,
saya dan teman-teman manggolo mudho pentas di sebuah event nasional, yaitu
Festival Reog Nasional(FRN) 2013. Sebuah cerita yang akan terus menjadi
kenangan. Eh… kembali ke judul lagi ya, karena pembahasan sudah melenceng cukup
jauh nih.
Selama aku pentas
dengan teman-teman manggolo mudha, tidak ada salah satu dari mereka termasuk
saya yang melatih ajian khusus. Kami murni latihan semua, sehingga teman-teman
yang hendak mengikuti kegiatan ini tidak perlu takut untuk menyaksikan atau
ikut mendalami ilmu tentang kebudayaan reog, termasuk menari dan lain
sebagainya. Kadang-kadang saya agak kecewa juga dengan beberapa komentar teman
kampus saya yang mengatakan kalau kesenian reog itu makan beling ya ? atau
bahkan ada yang percaya kalau orang yang mengangkat reog itu memakai susuk dan
lain sebagainya. Mendengar hal itu, saya mencoba meluruskan beberapa hal. Di
antaranya, kalau orang yang mengangkat reog digroup reog yang saya ikuti murni
latihan. Lalu untuk acara makan beling ataupun makan ular, itu bukan kebudayan
reog Ponorogo. Sebagian besar dari mereka mengganggap hal itu terjadi pada kesenian
reog Ponorogo. Tidak sedikit orang-orang Ponorogo yang mengetahui hal ini,
sehingga membuat mereka agak kecewa. Teman-teman pembaca sudah tentu bisa
menyimpulkan jawaban dari pertanyaan yang tertera pada judul .